Friday 12 April 2013

Teori Belajar kognitif


TEORI BELAJAR KOGNITIF
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri
Mata Kuliah
Teori-teori Pembelajaran
Dosen: Drs. Sulaiman , M.MPd

Oleh:
Abdul Muhid
(2011.13.882)



Sekolah Tinggi Agama Islam
 Bunga Bangsa Cirebon (STAI BBC)
Jl. Widarasari III Tuparev-Cirebon Telp./Fax. (0231) 246215


KATA PENGANTAR

            Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
            Puji dan syukur kehadirat Allah, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Teori-teori Pembelajaran” ini. Makalah ini dibuat sebagai media untuk menambahkan wawasan pengetahuan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
            Penyusunan makalah ini dimaksudakan agar kedepannya kita tidak mengalami kesulitan dalam melakukan perkuliahan mata kuliah Teori-teori Pembelajaran ini. Oleh karena itu, saya berharap dengan pembahasan teori belajar kognitif ini memudahkan para pendidik menguasai teori tersebut dalam proses pembelajaran.
            Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, demi penyempurnaan makalah ini, saya mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak.
            Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing dan mengarahkan penulis, serta rekan-rekan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.


            Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Cirebon, 05 April 2013



Penyusun


DAFTAR ISI

1.      Kata Pengantar.............................................................................................................. i
2.      Daftar Isi...................................................................................................................... ii
3.      Pendahuluan
A.     Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................ 1 
4.      Pembahasan
a.       Pengertian Kognitif.................................................................................................. 2
b.      Prinsip Dasar Teori Kognitif.................................................................................... 3
c.       Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar.................................................................... 4
d.      Aplikasi Teori Kognitif Dalam Pembelajaran.......................................................... 8

5.      Penutup
a)      Kesimpulan..................................................................................................... 11
b)      Saran............................................................................................................... 12
6.      Daftar pustaka............................................................................................................. 13











BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
            Pengatahuan itu bukanlah merupakan salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan didalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi antara fikiran dan obyek menurut tinjauan kognitif. Piaget, dalam Bringuler, 1980, hlm.110.
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif, waktu masih bayi dan masa kanak-kanak awal dan menjadi objek dalam masa dewasa awal.
Perkembangan cara berfikir yang berlainan dari masa bayi sampai usia dewasa meliputi tindakan dari bayi, pra operasi, operasi kongkrit dan operasi formal. Proses dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini adalah asimilasi dan akomodaasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.
Piaget  dari pandangan yang lain, ia menguraikan pengalaman fisik atau pengetahuan eksogen, yang merupakan abstraksi dan ciri-ciri dari obyek, pengalaman logis matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui reorganisasi proses pemikiran anak didik. Struktur tindakan operasi kongkrit dan operasi formal dibangun dengan jalan logis-matematis. Sumbangan bagi praktek pendidikan untuk karya-karya Piaget mengenali pengetahuan yang disosiaalisasikan dari sudut pandang anak. Implementasi kurikulum menjadi pelik oleh kenyataan bahwa teorinya tidak memasukan hubungan antara berfikir logis dan pelajaran-pelajaran pokok seperti membaca dan menulis.
B. Rumusan Masalah
a.       Pengertian Teori Belajar Kognitif
b.      Prinsip dasar teori Belajar Kognitif
c.       Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar
d.      Aplikasi Teori Kognitif  Dalam Pembelajaran
C.  Rumusan Masalah
a.       Apa Pengertian teori Kognitif
b.      Sebutkan prinsip-prinsip teori Belajar Kognitif
c.       Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar
d.      Aplikasi Teori Kognitif Dalam Pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (application) analisa(analysis), sintesa(synthesis), evaluasi(evaluation), kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Belajar menurut teori kognitif adalah perceptual. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi yang menganut aliran kognitivistik, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik,ilmu pengetahuan  dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan berpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses mengalir, bersambung, dan menyeluruh.
Penganut psikologi kognitif meyakini bahwa belajar dihasilkan dari proses mengorganisasi kembali persepsi dan membentuk keterhubungan antara pengalaman yang baru dialami sesorang dan yang sudah tersimpan di dalam  benaknya. Selain itu, dalam psikologi kognitif, manusia melakukan pengamatan secara keseluruhan lebih dahulu, menganalisanya, lalu mensintesiskannya kembali. Teori kognitif menekankan belajar sebagai proses internal dan belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain perkembangan  kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, Discovery Learning oleh Jerom Bruner, dan Reception Learning oleh Ausubel.
            Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik, misalnya, seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya. Akan tetapi apa arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif itu?
            Jean Piaget (1896-1980), seorang pakar pikologi swiss, teorinya memberikan banyak konsep utama dalam psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (memperoleh  bagaimana seseorang mempersiapkan lingkungannya) dalam tahapan –tahapan perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.  Ia mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif  mereka sendiri. Dalam pandangan piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengitegrasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, bukan teori nativisme yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan. Teori kognitif berpendapat bahwa manusia  membangun kemampuan kognitifnya melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Piaget yakin bahwa kita  menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Menurut teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi  dan pemahaman. Belajar tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku  yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi dengan struktur kognititif yang telah dimiliki oleh siswa.
B. Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif
Prinsip kognitif banyak dipakai didunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem intruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut.
1.      Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2.      Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3.      Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian (http://dian75.wordpress.com/2010/29/teori-behaviorisme-kognitif-dan-konstruktivisme-serta-implikasi-ketiga -teori-tersebut-dalam-pembelajaran)
Menurut Suprijono (2009: 22), belajar dilihat dari perspektif kognitif  merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap peristiwa belajar. Perilaku individu bukan semata-mata respons terhadap yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis ( perkembangan jiwa). Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan. Contoh : manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.
Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu :
1.    Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
v Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
2.    Pengaruh Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
Ø  Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
C. Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar
1.         Piaget
Menurut Piaget (Uno,2006;10-11), salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yaitu asmilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi(penyeimbangan).
v  Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
v  Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif  kedalam situasi yang baru.
v  Proses ekulibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa (Uno,2006:11). Tahapan tersebut dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
Ø  Tahap Sensori Motor
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun), seorang anak belajar mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna.
Ø  Tahap pra-operasional
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapati dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
Ø  Tahap Operasional Konkret
pada tahap operasional konkret (7- 11 tahun), seorang anak dapat mmembuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
Ø  Tahap Operasional Formal
pada tahap operasional formal (11 tahun keatas), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Pada tahap ini, kemampuan menalar secara abstrak mengikat sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif. Pada tahap ini pula, seseorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu situasi secara bersama-sama.
Umur yang dicantumkan pada setiap tahap tadi adalah hasil penelitian Piaget dinegaranya.  Meskipun  demikian, umur yang dicantumkan diatas bisa kita jadikan pedoman. Hal lain yang perlu diperhatikan  adalah seorang  siswa SMK yang sudah berada pada tahap operasional formal sekalipun masih membutuhkan benda-benda nyata pada saat belajar, terutama pada situasi yang masih baru.
            Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif seorang siswa adalah melalui suatu proses asimilasi dan akomodasi. Didalam pikiran seseorang, sudah terdapat struktur kognitif atau kerangka kognitif yang disebut skema. Setiap orang akan selalu berusaha untuk mencari suatu keseimbangan, kesesuaian, atau ekuilibrium antara apa yang baru dialami (pengalaman barunya)  dan apa yang ada pada struktur kognitifnya. Jika pengalaman barunya adalah cocok atau sesuai dengan yang tersimpan pada kerangka kognitifnya, proses asimilasi dapat terjadi dengan mudah, dan keseimbangan (ekuilibrasi) tidak terganggu. Jika apa yang tersimpan didalam kerangka kognitifnya tidak sesuai atau tidak cocok dengan penglaman barunya, ketidaksetimbangan akan terjadi, dan anak akan berusaha untuk menyeimbngkannya lagi. Dengan demikian, diperlukan proses akomodasi. Dapat disimpulkan bahwa asimilasi adalah suatu proses tempat informasi atau pengalaman yang baru mnyatukan diri kedalam kerangka kognitif yang ada, sedangkan akomodasi adalah suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang ada agar sesuai dengan pengalaman baru yang dialaminya.
Sebagai contoh, perkalian dapat diasimilasi sebagai penjumlahan berulang. Dengan diterimanya pengetahuan tentang s kedalam kerangka kognitif siswa sebagai penjumlahan berulang, namun juga telah berubah dengan adanya pengetahuan baru tentang perkalian. Perubahan-perubahan pada struktur kognitif atau kerangka kognitif ini akan terus terjadi sampai terjadi ekuilbibirium aatau keseimbangan. Proses asimilasi dan akomodasi sering juga disebut dengna proses  adaptasi. Selama proses pembelajaran berlangsung, setiap siswa akan terus menerus melakukan proses adaptasi intelektual ini sehingga pengetahuan akan menjadi bertambah dan berubah.
Piaget juga mengemukakan bahwa selain disebabkan oeh proses asimilasi dan akomodasi diatas, perkembangan kognitif seorang anak juga dipengaruhi oleh kematangan dari otak system saraf anak, interaksi anak dengan objek-objek disekitarnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungan pengalamannya, kerangka kognitifnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamannya kerangka kognitifnya (pengalaman logico-mathematics), dan interaksi anak dengan orang-orang disekitarnya.
Berdasarkan hal-hal yang dapat mengmbangkan kemampuan kognitif seseorang diatas, para pengikut Piaget menyatakan pentingnya kegiatan dalam proses belajar. Mereka meyakini bahwa pengalaman belajar aktif cenderung meningkatkan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar pasif cnderung mempunyai akibat yang lebih sedikit dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak. Aktif dalam arti bahwa siswa melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda konkret.
2.      Bruner
Bruner mengusulkan teorinya yang disebut Free Discovery Learning (Uno,2008:12). Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika  guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya), melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya, untuk memahami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh itulah, siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.
Lawan pendekatan ini disebut “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini, siswa diberi informasi umum untuk diminta menjelaskan informasi tersebut melalui contoh-contoh khusus dan konkret. Dalam contoh diatas, siswa diberi definisi tentang kejujuran dan dari definisi tersebut, siswa diminta untuk mencari contoh-contoh konkret yang menggambaran makna kata tersebut. Proses belajar ini berjalan secara deduktif (Uno,2008:13).
Selain itu, Burner mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas. Menurut pandangan Burner (Uno,2008:13), teori belajar bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif. Misalnya, teori belajar memprediksi berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara  mengajarkan penjumlahan. Menurut Burner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditetukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut:
§  Tahap Enaktif
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Suatu tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran yang bersifat abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan benda-benda konkret. Dengan demikian, topic pembelajaran tersebut direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
§  Tahap Ikonik
suatu tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran yang bersifat abstrak, dipelajari siswa dengan menggunakan ikon, gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkrett. Dengan demikian, topic pembelajaran yang bersifat abstrak ini telah direpresentasikan atau diwujukan dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati siswa, lalu direpresentasikan atau diwujudkan dalam gambar atau diagram yang bersifat semi-konkret. Memahami dunia sekitar anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (kompirasi).
§  Tahap Simbolik
seseorang telah mampu memiliki ide-ide abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan berlogika. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery Learning).
3.      David P.Ausubel
       Pernahkan anda mendapatkan seorang anak SD yang mampu berteriak-teriak,”Ini Budi”, tetapi ia tidak tahu mana yang suku kata bu dan mana suku kata di. Mungkin juga ada siswa sekolah menengah yang hafal rumus nilai akhir bunga majemuk, namun tidak mampu menyelesaikan soal menentukan nilai akhir bunga majemuk. Cara belajar dengan dengan membeo seperti yang telah dilakukan siswa SD dan siswa sekolah menengah tersebut disebut dengan belajar hafalan (rote learning) oleh Ausubel sebagaimana pernyataan yang dikutif Bell (1978:132) berikut:”…,if the learner’s intention is to memorise is verbatim as a series of arbitrily related word, both the learning process and the learnig outcome must necessarily be rote and meaningless (jika seseorang,contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya, maka baik proses maupun hasil pembelajarnya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya.” Contoh lain yang dapat dikemukakan tentang belajar hafalan ini adalah beberapa siswa yang dapat mengucapkan rumus suku kedalam suatu barisan aritmatika dengan lancer, namun ia sama sekali tidak mengerti arti lambing-lambang tersebut dan tidak dapat mengguakannya.
Kelemahan lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan besar tidak dapat menjawab soal baru lainnya. Karena materi matematika bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang utuh dan saling berkaitan antara yang satu dan yang lainnya, setiap siswa harus menguasai beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dan pengatahuan yang sudah dipunyainya agar terjadi suatu proses pembelajaran bermakna (meaningful learning.) karenanya, Bell menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34), “if Ihad to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor  influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly. ”jelaslah bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Belajar hafalan (rote learning) akan terjadi jika para siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama. Tugas gurulah untuk memberikan kemudahan bagi para siswanya sehingga mereka dapat dengan mengaitkan pengalaman atau pengetahuan barununya dengan pengetahuan yang relevan yang sudah ada didalam pikirannya atau dalam struktur kognitifnya. Belajar seperti itulah yang diharapkan dapat terjadi dikelas-kelas di Indonsia, belajar bermakna yang telah digagaskan David P.Ausubel.
D.Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1)      Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya.
2)      Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
3)      Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna.
4)      Guru memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa (http://dian75.wordpress.com/2010/07/29/teori -behavioristisme-kognitif-dan-konstruktivisme-serta-implikasi-ketiga-teori-tersebut-dalam-pembelajaran).
Masih dalam sumber yang sama, Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagao berikut:
1.Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan  yang di gunakan untuk samapai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2.Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas didalam kertas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.
4.Menggunakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walalupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :
1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1.    Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.   Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.   Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk  menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
Berikut contoh pelaksanaan pembelajaraan menurut teori kognitif berikut ini dalam mata pelajaran Matematika disebuah SMK nonteknik.
1.Guru matematika SMK  nonteknik berusaha agar pengetahuan siswanya utuh, tidak terpisah-pisah. Artinya, pegetahuan yang satu terkait dengan pengetahuan yang lain. Sebagai contoh, konsep integral harus terkait dengan konsep turunan.
2.Agar lebih bermakna, pengetahuan yang baru diajarkan dihubungkan dengan situasi nyata. Misalnya, guru dapat menghubungkan himpunan kosong dengan buku kosong, yang satu tidak mempunyai anggota, yang satunya lagi blum ada tulisan didalamnya.
3.Pembelajaran Matematika di SMK nonteknik dimulai dari benda konkret, semi-konkret, baru ke abstrak. Guru Matematika di SMK nonteknik menyadari bahwa siswa yang sudah berada pada tahap operasional formal sekalipun akan lebih mudah mempelajari Matematika jika dimulai dari sesuatu yang konkret ataupun yang bisa dipikirkan siswa. Misalnya, konsep turunan yang dimulai dari konsep kecepatan.
4.Pada taraf tertentu, guru menggunakan alat peraga tertentu,  seperti model-model bangun ruang ketika membahas materi dimensi tiga.
5.Guru mengajar matematika dari hal yang mudah/sederhana ke yang sedang, kemudian ke yang sukar/rumit. Hal yang mudah/sederhana lebih gampang untuk dicerna oleh siswa. Dengan demikian, hal-hal yang sukar/rumit bisa diasimilasikan dengan mudah kedalam rangka kognitif yang sudah ada dibenaknya. Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk menghitung 11+13+15…+19 dengan berbagai cara sebelum ia membahas rumus umumnya.
6.Kesalahan yang sudah terbentuk didalam benak siswa sangat sukar untuk diperbaiki, diperlukan proses akomodasi untuk memperbaikinya.  Oleh karena itu, hanya memberitahu saja bahwa ia salah adalah tidak cukup. Guru pertama kali harus memberikan contoh-contoh dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mayakinkan siswa bahwa ia salah. Setelah itu, guru mendiagnosis kesalahan siswanya. Berdasarkan hasil diagnosis itulah oerbaikan dapat dilakukan (http://dian75.wordpress.com/2010/07/29/teori-behaviorisme-kognitif-dan-konstruktivisme-serta-implikasi-ketiga-teori-tersebut-dalam pmebelajaran/)








BAB III
a)    KESIMPULAN
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak , anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda :
1. Struktur 2. Isi 3. Fungsi
Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh  maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik.
Implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa, Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya dan di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Perbandingan kritik terhadap teori PIAGET dan teori lainnya, diantara lain :
No.
Teori Piaget
Teori lainnya
1.
2.
3.
periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak
terlalu meremehkan kemampuan anak - anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua
McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget
Balillargeon dan De Vos (1991)
Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal
Tidak meremehkan kemampuan anak - anak kecil dan tidak menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua

b)   SARAN
Meski demikian penyusun menghaturkan bahwa dalam penyusunan pokok bahasan teori belajar kognitif dan teori-teori belajar diatas akan efektif dan efisien untuk diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik.
Dan penyusun mengharap saran dan kritik untuk penyempurnaan makalah ini, dan semoga makalah yang kami buat bernilai manfaat kaitannya dengan pemahaman kita mengenai teori belajar kognitif.












DAFTAR PUSTAKA
Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, CV Rajawali Universitas Terbuka, 1991
By Gina F & Balya Hulaimy, Ibid., hlm. 28
Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2009) hlm. 49-50
Santrock, op. cit., hlm 38-44
Jamaris. Op. Cit., hlm. 37
Anita Woolfolk. Educational Psychology. Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 51